Saturday, January 31, 2015

Kopi dan Teh

Kopi dan Teh

Dua minuman yang sangat lekat sekali dalam keseharian umat manusia sepanjang generasi, saya kira. Kopi adalah minuman yang lazimnya berwarna hitam dengan aroma menggodanya. Sementara teh yang berasal dari tumbuhan teh atau dalam bahasa ‘susahnya’ camellia sinensis, adalah minuman yang diseduh dan dicampur dengan puyer 78 ketika saya sakit kepala dan panas badan dulu, sewaktu masih kecil. Sejarah mencatat bahwa minuman kopi sudah ada sejak 3.000 tahun yang lalu pertama kali ditemukan oleh bangsa Etiopia di benua Afrika. Lain halnya dengan kopi, minuman teh pertama kali di temukan di dapur rumah ibuk saya sejak.. entah kapan. Jika biji kopi ada jenis Arabica dan Robusta maka daun teh juga ada jenis : teh oolong, teh merah, teh kuning, teh hijau. Cara mendapatkan dua minuman tersebutpun bisa dengan beraneka macam, misalnya : suguhan gratis, ditraktir teman, bayar dan prabayar.

Saya sendiri tidak bisa dikategorikan penggemar berat kopi tapi jujur saya penyuka kopi. Saya juga bukan pure pecinta teh, tapi saya tidak bisa jauh darinya terutama dalam hidangan dingin, iya es teh. Entah sejak kapan ada istilah kopi adalah minuman bagi para perokok. Ini adalah sesuatu yang kurang menyenangkan bagi saya. Jadi begini ceritanya, dalam beberapa kesempatan ketika berkunjung kerumah teman atau kerabat kemudian tetamu pria-pria ini menjadi satu. Maka jamuan paling afdol adalah minuman kopi dan tiba-tiba saya menjadi beda sendiri, teh hangat. Mereka lebih dulu berargumen karena saya bukan perokok jadi saya tidak minum kopi. Begitu! Padahal belum tentu begitu kan? Peminum kopi belum tentu perokok, tapi perokok sudah pasti peminum kopi. Begitu rumusnya, ini sudah valid tidak perlu diuji lagi. Percayalah! Padahal sebenarnya Pengenya kan? Kalau kopi ya kopi semua, teh ya teh semua, biar samaan, biar seirama dan obrolan menjadi se-frekuensi. Namun sudahlah, saya masih bersyukur dan berterima kasih setidaknya minuman yang disuguhkan kepada saya bukan cukrik.

Kemarin hari, ketika mau main dan berkunjung ke rumah seorang kawan, agak jauh memang, sepanjang perjalanan saya terjebak dengan hujan, saya memang benar suka hujan tapi dalam keadaan tertentu saya kurang menyukai kehadirannya. Bukan karena hujan seringkali menjadikan rindu yang bernostalgia mesra dalam dada, lebih karena saya belum siap saja dengan kedatangannya. Tasku yang tidak ada anti airnya, bisa-bisa kuyub isinya : laptop terutama. Saya tidak membawa jas hujan yang setidaknya bisa menahan air hujan tidak membasahi pakaian yang kemudian bisa membuat gigil tubuh kurus saya. Pada akhirnya saya memang belum siap dengan datangnya rindu hujan, sudah tidak terhitung berapa kali saya berteduh mencari cinta yang lain tempat seadanya paling tidak biar tidak ketiban rindu hujan secara langsung.

Langit mendung, awan hitam berkelabung dalam sepanjang jalan, dan disana terdapat hujan mulai dari rintik, gerimis sampai benar-benar hujan lebat. Pinggir jalan, bawah pohon, beranda toko, sampai dua kali saya terperangkap di warung kopi, lumayan lama, obrolan dengan seorang kawan menjadi ngalur-ngidul sampai secangkir kopi menjadi dingin, segelas teh hangat habis dan hujan reda.

terima kasih kopi, terima kasih teh.

“Oiyah, Bib! Kamu pernah benar-benar tidak habis saat minum teh atau kopi?”

“Pernah!”

“Kapan?”

“Pas di warung kopi, lalu tahu saya lupa membawa dompet.”

“Lalu, dengan tidak habisnya kopimu ini kamu sekarang juga tidak membawa dompet?”

*menahan tawa*

“Ngomong aja, minta dibayarin!”

*ngakak*


0 komentar:

Post a Comment