Jepang
sedang mengalami kecenderungan penurunan jumlah penduduk. Jumlah penduduk
Jepang saat ini 126.6 juta jiwa, Bandingkan pada tahun 2010 saja, populasi
penduduknya sekitar 128.1 juta jiwa. Jika kecenderungan ini terus berlanjut
diprediksi jumlah penduduk jepang pada tahun 2100 hanya sebesar 49.59 juta jiwa
turun sebesar 61% dari tahun 2010. Kecenderungan ini akibat dari semakin
berkurangnya angka kelahiran, sehingga jumlah penduduk usia muda berkurang.
Bahwasanya bisa jadi menurunya jumlah penduduk usia produktif akan
menurunkan tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita. Berikut mungkin,
inilah beberapa alasan kecenderungan menurunnya jumlah penduduk di jepang.
Pertama, menurut sebuah penelitian yang baru-baru ini dilakukan,
diketahui bahwa hampir 50% dari seluruh orang dewasa di jepang tidak melakukan
hubungan seks. Dan nyatanya, alasan pria dan wanita sama hampir 20%
beralasan : capek setelah bekerja. Sisanya pria sebanyak 15.7% beralasan
tidak tertarik lagi dengan istri yang sudah melahirkan, klasik. Sementara
wanita sebanyak 23.8% menganggapnya ‘menggangu’. Batin pria-pria yang lama
membujang, “Mengganggu
ndasmu!”. Hal ini menjadi lumrah, karena budaya kerja di jepang memang
begitu keras dan ketat, mirip selangkangan celana jeans pria yang melihat goyang dribble duo srigala. Mereka hampir kerja
sampai 12 jam atau lebih dalam sehari sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan
hal lain, keluarga misalnya. Kedua, penduduk jepang usia muda ada kecenderungan
untuk menunda berkeluarga dan menunda mempunyai anak karena alasan beban hidup
yang besar dan ingin memacu karir di perusahaan. Pria di jepang sebesar 61%
usia 18-34 belum menikah dan wanitanya hampir 50% usia 18-34 tahun belum
menikah. Menjadi biasa jika rata-rata usia menikah mereka adalah 30-40 tahun.
Hal ini juga mungkin yang menjadikan tingkat kesuburan wanita jepang hanya 1.41
bayi selama hidupnya. Pertanyaan-pertanyaan nakal semacam mengapa mereka tidak
terlalu kebelet menikah, selain keinginan mengejar karir mungkin hal lain
adalah seks bebas disana mulai menjadi bukan hal tabu lagi. Ada yang mengatakan
bahwa 94% wanita di jepang saat ini bukan perawan lagi, dan yang menggelikan
56% wanita di jepang melepas keperawanannya waktu SMA. Ketiga, usia angka
harapan hidup di jepang merupakan salah satu yang tinggi, tetapi jika tidak
diimbangi dengan kelahiran usia muda maka akan terjadi ketimpangan. Saat ini
hampir 25% penduduk jepang adalah berusia diatas 65 tahun.
Dari
mungkin ketiga alasan tersebut kita bisa mengambil manfaat dan belajar dari
demografi jepang.
Malaslah
dalam bekerja
Pemuda-pemuda
kita diusia produktif, tidaklah mengapa jika bermalas-malasan dalam bekerja.
Ini adalah peluang bagi kita untuk memikirkan gebetan, pacar orang lain, dan bagaimana
calon keluarga kita di masa depan. Tak usah repot-repot bekerja keras sampai 12
jam sehari cukup 3-4 jam asal hari ini bisa makan, cukup. Bahkan pengangguran
pun bukan sebuah keburukan. Tidak usah khawatir, gak perlu frustasi. Itu tetap
lebih baik daripada kita terlalu mendewakan pekerjaan hingga lupa segalanya
selain bekerja. Sejenak kita lupakan bahwasanya sebenarnya kita sekarang sedang
mengalami bonus demografi. Ah, tapi apalah arti bonus demografi jika tidak
diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM dan terdapat banyaknya lapangan
pekerjaan. Jadi, sedari tadi sudah saya bilang bermalaslah dalam bekerja.
Cerdas-cerdaslah menciptakan lapangan pekerjaan, supaya bisa bermalas-malasan
pada akhirnya, lah koe bos jeh.
Atau setidaknya agar kita punya alasan untuk bermalas-malasan bekerja, ikutlah
mengadakan pelatihan-pelatihan pada para pelaku industri kecil dan industri
kreatif. Ataupun pelatihan-pelatihan lainnya untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Membatasi
usia menjomblo
Ini
prihal penting sekali, agar regenerasi usia muda berjalan baik. Saya tahu ini
akan sedikit mencemaskan para jomblo dan bujang-bujang lapuk itu.
Misalnya begini, pria diatas usia 25 tahun dan wanita diatas usia 23 tahun
sudah harus menikah, misalnya loh misalnya. Jika tidak maka akan mendapatkan
rapor merah dan kesulitan mencari kerja, semacam SKCK dari kepolisian gitu.
Namun, pembatasan usia menjomblo serasa tidak adil jika tidak diimbangi dengan
pelatihan mendapatkan kekasih bagi para jomblo oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, hingga oleh kepala desa. Dan, pembatasan usia menjomblo ini
harus diiringi dengan penuntasan hingga bersihnya masalah semisal menikah
dibawah umur, melahirkan diluar nikah, sampai kehidupan seks bebas yang tidak
baik itu. Harus.
Pengasingan
usia tidak produktif
Untuk
yang satu ini tidak usah panjang lebar, cukup sedikit asingkan saja nenek ibu-ibu pemimpin partai itu biar gak
mengganggu bapak kita dalam memimpin. Kalaupun masih kepingin berkontribusi
diusia senjanya sekarang, mbok ya di tempat lain saja, tempat
penitipan anak misalnya. Bapak juga gitu, yang tegas. Tentukan sikap!
Ditulis pada 28 Januari 2015
0 komentar:
Post a Comment