Thursday, March 05, 2015

Belajar Dari Demografi Jepang



Jepang sedang mengalami kecenderungan penurunan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Jepang saat ini 126.6 juta jiwa, Bandingkan pada tahun 2010 saja, populasi penduduknya sekitar 128.1 juta jiwa. Jika kecenderungan ini terus berlanjut diprediksi jumlah penduduk jepang pada tahun 2100 hanya sebesar 49.59 juta jiwa turun sebesar 61% dari tahun 2010. Kecenderungan ini akibat dari semakin berkurangnya angka kelahiran, sehingga jumlah penduduk usia muda berkurang.  Bahwasanya bisa jadi menurunya jumlah penduduk usia produktif akan menurunkan tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita. Berikut mungkin, inilah beberapa alasan kecenderungan menurunnya jumlah penduduk di jepang.  Pertama, menurut sebuah penelitian yang baru-baru ini dilakukan, diketahui bahwa hampir 50% dari seluruh orang dewasa di jepang tidak melakukan hubungan seks. Dan nyatanya, alasan pria dan wanita sama  hampir 20% beralasan : capek setelah bekerja. Sisanya  pria sebanyak 15.7% beralasan tidak tertarik lagi dengan istri yang sudah melahirkan, klasik. Sementara wanita sebanyak 23.8% menganggapnya ‘menggangu’. Batin pria-pria yang lama membujang, “Mengganggu ndasmu!”. Hal ini menjadi lumrah, karena budaya kerja di jepang memang begitu keras dan ketat, mirip selangkangan celana jeans pria yang melihat goyang dribble duo srigala. Mereka hampir kerja sampai 12 jam atau lebih dalam sehari sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain, keluarga misalnya. Kedua, penduduk jepang usia muda ada kecenderungan untuk menunda berkeluarga dan menunda mempunyai anak karena alasan beban hidup yang besar dan ingin memacu karir di perusahaan. Pria di jepang sebesar 61% usia 18-34 belum menikah dan wanitanya hampir 50% usia 18-34 tahun belum menikah. Menjadi biasa jika rata-rata usia menikah mereka adalah 30-40 tahun. Hal ini juga mungkin yang menjadikan tingkat kesuburan wanita jepang hanya 1.41 bayi selama hidupnya. Pertanyaan-pertanyaan nakal semacam mengapa mereka tidak terlalu kebelet menikah, selain keinginan mengejar karir mungkin hal lain adalah seks bebas disana mulai menjadi bukan hal tabu lagi. Ada yang mengatakan bahwa 94% wanita di jepang saat ini bukan perawan lagi, dan yang menggelikan 56% wanita di jepang melepas keperawanannya waktu SMA. Ketiga, usia angka harapan hidup di jepang merupakan salah satu yang tinggi, tetapi jika tidak diimbangi dengan kelahiran usia muda maka akan terjadi ketimpangan. Saat ini hampir 25% penduduk jepang adalah berusia diatas 65 tahun.

Dari mungkin ketiga alasan tersebut kita bisa mengambil manfaat dan belajar dari demografi jepang.

Malaslah dalam bekerja
Pemuda-pemuda kita diusia produktif, tidaklah mengapa jika bermalas-malasan dalam bekerja. Ini adalah peluang bagi kita untuk memikirkan gebetan, pacar orang lain, dan bagaimana calon keluarga kita di masa depan. Tak usah repot-repot bekerja keras sampai 12 jam sehari cukup 3-4 jam asal hari ini bisa makan, cukup. Bahkan pengangguran pun bukan sebuah keburukan. Tidak usah khawatir, gak perlu frustasi. Itu tetap lebih baik daripada kita terlalu mendewakan pekerjaan hingga lupa segalanya selain bekerja. Sejenak kita lupakan bahwasanya sebenarnya kita sekarang sedang mengalami bonus demografi. Ah, tapi apalah arti bonus demografi jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM dan terdapat banyaknya lapangan pekerjaan. Jadi, sedari tadi sudah saya bilang bermalaslah dalam bekerja. Cerdas-cerdaslah menciptakan lapangan pekerjaan, supaya bisa bermalas-malasan pada akhirnya, lah koe bos jeh. Atau setidaknya agar kita punya alasan untuk bermalas-malasan bekerja, ikutlah mengadakan pelatihan-pelatihan pada para pelaku industri kecil dan industri kreatif. Ataupun pelatihan-pelatihan lainnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Membatasi usia menjomblo
Ini prihal penting sekali, agar regenerasi usia muda berjalan baik. Saya tahu ini akan sedikit  mencemaskan para jomblo dan bujang-bujang lapuk itu. Misalnya begini, pria diatas usia 25 tahun dan wanita diatas usia 23 tahun sudah harus menikah, misalnya loh misalnya. Jika tidak maka akan mendapatkan rapor merah dan kesulitan mencari kerja, semacam SKCK dari kepolisian gitu. Namun, pembatasan usia menjomblo serasa tidak adil jika tidak diimbangi dengan pelatihan mendapatkan kekasih bagi para jomblo oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga oleh kepala desa. Dan, pembatasan usia menjomblo ini harus diiringi dengan penuntasan hingga bersihnya masalah semisal menikah dibawah umur, melahirkan diluar nikah, sampai kehidupan seks bebas yang tidak baik itu. Harus.

Pengasingan usia tidak produktif
Untuk yang satu ini tidak usah panjang lebar, cukup sedikit asingkan saja nenek ibu-ibu pemimpin partai itu biar gak mengganggu bapak kita dalam memimpin. Kalaupun masih kepingin berkontribusi diusia senjanya sekarang, mbok ya di tempat lain saja, tempat penitipan anak misalnya. Bapak juga gitu, yang tegas. Tentukan sikap!



Ditulis pada 28 Januari 2015


0 komentar:

Post a Comment