Wednesday, April 22, 2015

PSSI diantara Menpora dan FIFA.



“Jancuk!”

Jujur, saya jarang sekali misuh. Mungkin sesekali ketika menyapa teman akrab, imbuhan ketika sedang ngobrol asyik dengan teman-teman, dan sesekali ketika mengumpat kesal. Sesekali yang berkali-kali itu tidak begitu saja bisa dikatakan sering, catat. Dan untuk yang sesekali, kali ini barangkali saya sedang kesal. Gimana ndak mau kesal, lagi-lagi kita mendengar kekisruhan persepakbolaan Indonesia, yang juga lagi-lagi itu dilakukan oleh orang-orang elit atas. Ditengah minimnya prestasi persepakbolaan Indonesia, Timnas kita.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menandatangani surat keputusan pembekuan PSSI pada Jumat, 17 April 2015. Pembekuan itu dilakukan setelah tiga kali surat teguran kepada PSSI yang diabaikan begitu saja. Ini ibarat pemuda yang memberikan tiga kali surat cinta kemudian diabaikan, tentu saja kesal. Akhirnya keputusan terakhir mah banned saja, dan cari cinta yang lain. Namun, semoga Menpora memutuskan untuk membekukan PSSI bukan karena kesal namun juga karena pertimbangan-pertimbangan lainnya. Tapi, sepertinya PSSI benar-benar mengabaikan Menpora, malah PSSI melalui kongres luar biasa di Surabaya kemarin, PSSI mendapatkan ketua umum baru yaitu La Nyalla sebagai Ketua Umum PSSI periode 2015-2019.

Jika kita tarik sedikit kebelakang, PSSI memang dianggap telah mengabaikan BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia), ketika BOPI merekomendasikan untuk hanya meloloskan 16 klub dari 18 klub yang berhak mengikuti kompetisis karena satu dan dua hal lainnya terkait profesionalisme sebuah klub. Namun, PSSI tetap bersikukuh menjalankan kompetisi liga dengan 18 klub dan tidak mengakui hasil rekomendasi BOPI, dengan berbagai dalih yang intinya PSSI selalu berlindung pada FIFA. Sial memang, karena FIFA sendiri sangat anti dengan interfensi dari pemerintah. Yang disini adalah Menpora dan BOPI.

Namun, coba kita pikirkan sejenak, sejak 2010 (atau juga jauh sebelumnya) telah terjadi kisruh ditubuh sepakbola Indonesia, mulai dari dualisme liga sampai kisruh seperti sekarang. Dan PSSI sebagai pihak yang berwenang dengan persepakbolaan Indonesia, kebejatan korupsi kerja macam apa yang sudah dilakukan selama ini. Coba bredeli satu per satu klub yang berlaga di kompetisi liga Indonesia. Berapa banyak gaji pemain yang nunggak, berapa banyak klub yang tak mampu membayar gaji pemain, berapa banyak klub yang tak mempunyai NPWP pajak. Saya kira melalui BOPI kemarin, saya berharap itu adalah ikhtiar agar sepakbola Indonesia akan lebih profesional lagi.

Namun, nyatanya kita lagi-lagi dibingungkan dengan dilema antara mentaati BOPI dan Menpora atau patuh pada FIFA. Dan katanya  tidak bisa menjalankan kompetisi dengan hanya 16 klub, begitu menurut PSSI jika berlandaskan pada FIFA. Kita sudah tahu apa resikonya jika tak mentaati FIFA, dan kita juga tahu bagaimana keberlangsungan sepakbola Indonesia jika tak mentaati BOPI dan (mungkin) Menpora.

Kedudukan PSSI diantara Menpora dan FIFA itu memangnya seperti apa sih? Ah. Kalau seperti ini, saya malah berharap FIFA menjatuhkan hukuman pada PSSI. Paling dihukum tidak diakui 1 atau 2 tahun, paling banter juga 5 tahun. Dalam waktu itu kita perbaiki kondisi sepakbola Indonesia, lalu kemudian kembali lagi pada FIFA dan berprestasi di sepakbola internasional.

***

Saya sangat menyayangkan ketika keputusan Menpora membekukan PSSI tidak melalui diskusi antara Menpora dengan PSSI. Seharusnya Menpora, BOPI, PSSI, PT. Liga Indonesia dan wakil dari FIFA. Semuanya harus ikut dalam satu forum untuk berdiskusi dan ngobrol bareng tentu saja boleh dengan saling gojek dan ngopi-ngopi. Barangkali perlu ditebali HARUS. Ketika wakil FIFA tidak hadir di KLB PSSI kemarin, mereka beralasan FIFA sudah sepenuhnya percaya pada PSSI, taek! itu karena FIFA sudah malas berurusan dengan kekisruhan sepakbola Indonesia, siapa tahu?

Semuanya harus ngumpul dan ngobrol bareng, barangkali Warung Kopi Baca (Warkop yang nyaman untuk diskusi, ngobrol, dan ngerjain tugas bagi saya dan teman-teman, ha ha) adalah tempat terbaik buat mereka. Andai mereka tahu, orang-orang seperti kami tak peduli dengan FIFA apalagi PSSI, ah apalagi pemerintah. Babar blas kami tak peduli, yang kami pedulikan adalah sepakbola Indonesia dan (mungkin) bola dribble Pamela Safitri. Itu saja!



4 comments: