“Jancuk!”
Jujur, saya jarang sekali misuh. Mungkin sesekali ketika menyapa teman
akrab, imbuhan ketika sedang ngobrol asyik dengan teman-teman, dan sesekali
ketika mengumpat kesal. Sesekali yang berkali-kali itu tidak begitu saja bisa
dikatakan sering, catat. Dan untuk yang sesekali, kali ini barangkali saya
sedang kesal. Gimana ndak mau kesal, lagi-lagi kita mendengar kekisruhan
persepakbolaan Indonesia, yang juga lagi-lagi itu dilakukan oleh orang-orang
elit atas. Ditengah minimnya prestasi persepakbolaan Indonesia, Timnas kita.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menandatangani
surat keputusan pembekuan PSSI pada Jumat, 17 April 2015. Pembekuan itu
dilakukan setelah tiga kali surat teguran kepada PSSI yang diabaikan begitu
saja. Ini ibarat pemuda yang memberikan tiga kali surat cinta kemudian
diabaikan, tentu saja kesal. Akhirnya keputusan terakhir mah banned saja, dan
cari cinta yang lain. Namun, semoga Menpora memutuskan untuk membekukan PSSI
bukan karena kesal namun juga karena pertimbangan-pertimbangan lainnya. Tapi,
sepertinya PSSI benar-benar mengabaikan Menpora, malah PSSI melalui kongres
luar biasa di Surabaya kemarin, PSSI mendapatkan ketua umum baru yaitu La
Nyalla sebagai Ketua Umum PSSI periode 2015-2019.
Jika kita tarik sedikit kebelakang, PSSI memang dianggap telah
mengabaikan BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia), ketika BOPI
merekomendasikan untuk hanya meloloskan 16 klub dari 18 klub yang berhak
mengikuti kompetisis karena satu dan dua hal lainnya terkait profesionalisme
sebuah klub. Namun, PSSI tetap bersikukuh menjalankan kompetisi liga dengan 18
klub dan tidak mengakui hasil rekomendasi BOPI, dengan berbagai dalih yang
intinya PSSI selalu berlindung pada FIFA. Sial memang, karena FIFA sendiri
sangat anti dengan interfensi dari pemerintah. Yang disini adalah Menpora dan
BOPI.
Namun, coba kita pikirkan sejenak, sejak 2010 (atau juga jauh
sebelumnya) telah terjadi kisruh ditubuh sepakbola Indonesia, mulai dari
dualisme liga sampai kisruh seperti sekarang. Dan PSSI sebagai pihak yang
berwenang dengan persepakbolaan Indonesia, kebejatan korupsi kerja macam apa yang sudah dilakukan
selama ini. Coba bredeli satu per satu klub yang berlaga di kompetisi liga
Indonesia. Berapa banyak gaji pemain yang nunggak, berapa banyak klub yang tak
mampu membayar gaji pemain, berapa banyak klub yang tak mempunyai NPWP pajak.
Saya kira melalui BOPI kemarin, saya berharap itu adalah ikhtiar agar sepakbola
Indonesia akan lebih profesional lagi.
Namun, nyatanya kita lagi-lagi dibingungkan dengan dilema antara
mentaati BOPI dan Menpora atau patuh pada FIFA. Dan katanya tidak bisa menjalankan kompetisi dengan hanya 16 klub, begitu menurut
PSSI jika berlandaskan pada FIFA. Kita sudah tahu apa resikonya jika tak
mentaati FIFA, dan kita juga tahu bagaimana keberlangsungan sepakbola Indonesia
jika tak mentaati BOPI dan (mungkin) Menpora.
Kedudukan PSSI diantara Menpora dan FIFA itu memangnya seperti apa
sih? Ah. Kalau seperti ini, saya malah berharap FIFA menjatuhkan hukuman pada PSSI.
Paling dihukum tidak diakui 1 atau 2 tahun, paling banter juga 5 tahun. Dalam
waktu itu kita perbaiki kondisi sepakbola Indonesia, lalu kemudian kembali lagi
pada FIFA dan berprestasi di sepakbola internasional.
***
Saya sangat menyayangkan ketika keputusan Menpora membekukan PSSI
tidak melalui diskusi antara Menpora dengan PSSI. Seharusnya Menpora, BOPI,
PSSI, PT. Liga Indonesia dan wakil dari FIFA. Semuanya harus ikut dalam satu
forum untuk berdiskusi dan ngobrol bareng tentu saja boleh dengan saling gojek dan ngopi-ngopi. Barangkali perlu ditebali HARUS. Ketika wakil FIFA tidak hadir di KLB PSSI
kemarin, mereka beralasan FIFA sudah sepenuhnya percaya pada PSSI, taek! itu
karena FIFA sudah malas berurusan dengan kekisruhan sepakbola Indonesia, siapa
tahu?
Semuanya harus ngumpul dan ngobrol bareng, barangkali Warung Kopi Baca (Warkop yang nyaman untuk diskusi, ngobrol, dan ngerjain tugas bagi saya dan teman-teman, ha ha) adalah tempat terbaik buat mereka. Andai mereka tahu, orang-orang seperti kami
tak peduli dengan FIFA apalagi PSSI, ah apalagi pemerintah. Babar blas kami tak
peduli, yang kami pedulikan adalah sepakbola Indonesia dan (mungkin) bola
dribble Pamela Safitri. Itu saja!
kampret emang P$$I !!
ReplyDeleteGapleki emang!
DeleteYaaa begitulah keadaan sepakbola negeri ini, kaya intrik tapi minim prestasi
ReplyDeletebegitulah, disitu kadang saya merasa sedih.
Delete