Permainan dimulai saat sore menjelang, ketika sengatan matahari sudah
tidak terlalu terik lagi. Saat itu bapak-bapak muda sekembali dari sawah,
sedikit membersihkan diri, sholat ashar, kemudian bergegas ke lapangan desa. Ada
juga yang langsung menuju lapangan desa – mengabaikan sholat ashar. Para pemuda
buruh pabrik hingga kuli bangunan sudah sampai rumah, setelahnya langsung
menuju lapangan desa – seolah lupa dengan segala lelah seharian bekerja.
Beberapa pemuda pengangguran sudah di lapangan desa, menghitung satu per satu
orang yang datang, jika dirasa sudah cukup akan dibagi serata mungkin menjadi
dua regu dan permainan dimulai. Remaja desa, sepulang sekolah sudah bersiap,
bahkan sudah sedikit melakukan pemanasan, umbal-umbalan
alias passing adalah satu-satunya
pemanasan yang mereka tahu – dan mau.
Permainan dimulai, dan selalu ada satu atau dua orang yang harus dipaksa
rela menjadi keeper. Sebuah posisi bermain
dalam sepakbola yang paling krusial, tetapi disini dianggap asal ada saja.
Beres. Agar permainan bisa segera dimulai.
Permainan bisa dimulai dengan 7 lawan 7 atau 8 orang, satu bapak-bapak
muda datang, melepas sarung dan baju, meletakkanya dipinggir lapangan dengan
sendal jepit sebagai alas sehingga sarung dan baju yang mereka gunakan sholat
tidak langsung terkena rumput lapangan yang kotor – dan bisa saja najis. Kemudian
mereka memasuki lapangan dengan girang, celana pendek dan telanjang dada membuatnya
tampak begitu percaya diri. Pemuda kuli bangunan datang satu, dua, hingga
beberapa pemuda lain buruh pabrik juga datang, kemudian tiba-tiba masing-masing
kubu sudah menjadi 11 orang dan bahkan lebih. Lapangan desa semakin sore tampak
semakin sempit, bola semakin sulit mengalir. Pelanggaran semakin menggila. Ah
tidak, tidak ada pelanggaran yang pasti kecuali itu terlalu kasar. Jika ada
yang jatuh, ya tinggal bangun, tidak ada manja-manjaan minta pelanggaran. Jika tidak
terima, ya bangun, lalu kejar, rebut dan serang balik. Haha. Asal tidak terlalu
kasar – dengan niat mencederai, its fine.
Gol demi gol menjadi semakin ramai dan sorak kegembiraan semakin menegaskan
keceriaan sore di lapangan desa.
Semakin sore, permainan semakin seru, panas, kadang menegangkan, tawa
kegirangan semakin membanggakan, lalu tawa kecut tampak sangat menyedihkan
ketika kubunya kebobolan terlalu banyak gol. Tidak ada jeda babak pertama,
karena permainan berlangsung tanpa ada babak satu dan dua. Jika menyerang ke
gawang selatan dirasa terlalu sial, besoknya mereka akan memilih menyerang ke
gawang utara. Begitu saja.
Hari sabtu dan minggu, biasanya akan banyak sekali jumlah orang yang
bermain dalam satu lapangan. Di hari-hari tertentu terkadang hanya sejumlah 7
atau 6 saja tiap kubunya. Jika terpaksa hanya terdapat jumlah orang yang sangat
sedikit, maka permainan akan tetap berlangsung dengan mengambil beberapa bagian
lapangan dan menancapkan batang kayu sebagai gawang cilik tanpa keeper.
Permainan juga tak kalah seru. Tetap dengan keceriaan sore di lapangan desa.
Sekarang, lapangan desa sudah tak bergairah lagi. Entah karena apa,
tidak ada pemuda-pemuda desa yang berkumpul dalam permainan sore yang
menggembirakan. Beberapa sedikit pemuda desa sekarang memilih patungan uang kemudian menyewa lapangan
futsal di kota, mereka tetap memainkan sepakbola. Sepertinya futsal telah
menjadi tren bermain sepakbola anak-anak muda jaman sekarang. Dengan
sepatu-sepatu KW model terbaru mereka tampil lebih keren ketimbang pemuda desa
dulu dengan kaki-kaki telanjang mereka di lapangan desa. Pemuda desa sekarang
ataupun dulu – tetaplah memiliki kegembiraan dengan sepakbola, Namun barangkali
sudah tidak dalam keceriaan sore lapangan desa lagi.
Sebagian lagi pemuda desa yang kurang suka bermain sepakbola, memilih
mengasah skill bermain bola mereka dalam permainan playstation, pes, dan
sejenisnya (saya tidak sedang membicarakan diri sendiri). Kemampuan mereka
luarbiasa. Sebagian lagi pemuda desa sibut berdebat di media sosial – siapa pemain
terbaik antara Cristiano Ronaldo dan Leonel Messi. Namun, satu hal, semua
pemuda desa itu memiliki pengetahuan tentang sepakbola yang baik. Mereka akan
tahu transfer pemain klub-klub eropa, mereka juga banyak menggelar nonton
bareng (baca : nobar) di kafe-kafe kota. Mereka tak pernah ketinggalan
informasi, mereka hafal pencetak gol hingga assist dalam
pertandingan-pertandingan sepakbola. Berbeda dengan pemuda dulu, dalam
pertandingan besar saja kadang tidak tahu atau lupa begitu saja siapa pencetak
golnya. Duh, bagaimanapun mereka semua tetap bergembira dengan sepakbola.
Ah, entahlah. Jika sepakbola bagi pemuda-pemuda desa – baik sekarang
atau dulu, adalah sebuah kegembiraan. Maka kegembiraan harus tetap ditegakkan,
bagaimanapun bentuknya. Dalam keadaan sekarang atau seperti dulu. Ah, iya seperti
dulu.
Ketika matahari mulai malu-malu tenggelam disebelah barat, ketika qiraah menjelang adzan maghrib telah
berkumandang dari masjid desa, itulah extra
time yang telah diberikan oleh marbot masjid. Para pemuda desa akan sepakat
dengan aturan, satu gol lagi : permainan selesai. Dan gol terakhir biasanya
yang paling dikenang daripada kemenangan permainan itu sendiri, kecuali skor
kemenangan itu sangat telak. Hingga gol terakhir menjadi yang paling diperebutkan,
pertahanan diperkuat, penyerangan lebih digencarkan lagi.
Adzan maghrib berkumandang, tidak ada gol yang terjadi. Permainan
harus selesai, karena adzan maghrib adalah peluit panjang yang tidak bisa
diganggu gugat. Kecuali para pemuda desa sudah kerasukan setan sehingga
permainan akan terus berlanjut dan berakhir ketika bola sudah tidak bisa
dilihat lagi karena gelap malam – namun ini jarang sekali terjadi.
Bapak-bapak muda segera pulang dan membersihkan diri, mereka tidak mau
kena semprot istri mereka. Beberapa pemuda buruh pabrik dan kuli bangunan
berjalan pulang santai, sambil merencanakan malam yang panjang di warung kopi. Remaja
sekolahan terbirit-birit pulang dan tidak mau ketinggalan ngaji ba’da maghrib,
lebih tepatnya tidak mau kena marah orang tua dan ustadz desa. Adapula, satu
dua pemuda yang masih cangkruk dan ngobrol melepas lelah dipinggir lapangan
desa kemudian baru bergegas pulang ketika modin desa telah selesai wirid dan
berdoa jamaah maghrib.
Hari ini selesai. Besok sore lagi!
Sama tuh kaya dirumah gue :D
ReplyDelete